Wednesday, March 11, 2009

1001 warisan ibuku : menikah lagi..

Selepas SMP, atas saran ibu dan kakak-kakakku, aku melanjutkan studiku di SMA di Bogor. Itu berarti aku harus meninggalkan ibuku tinggal sendiri di rumahku di Jombang. Yah meskipun rumahnya berseberangan dengan rumah nenek namun tetap ada rasa enggan membiarkan beliau kesepian.

Waktu itu hari minggu. Aku, seperti biasa, membantu ibu memeriksa hasil ulangan murid-muridnya. Entah karena takut beliau kesepian atau rasa khawatir yang berlebihan, aku melontarkan sebuah pertanyaan.

"Ibu tidak menikah lagi?"

Dan ternyata, aku mendapatkan jawaban yang sangat tak terduga.
"Le, bahkan sehari setelah bapakmu pergi, ibu sudah menikah lagi.

Ibu baru sadar. Dari awal, bahkan sebelum ibu bisa mengeja nama ibu sendiri, dia sudah hadir menemani. Dia selalu ada di setiap sudut hari. Dan nanti, dia juga yang akan mengantar ibu sampai di waktu izrail menjemput, mati.

Dia memberi banyak pelajaran. Membantu ibu berjalan. Menghukum jika ibu melakukan kesalahan. Mencaci ibu untuk sebuah kebodohan yang ibu lakukan. Dia musuh ibu. Yang selalu menertawakan setiap kali ibu mencoba mengubah keputusan. Tapi dia juga teman ibu. Yang memberi penghargaan setiap kali ibu kuat dan sabar menjalani setiap kekecewaan.

Dia lah kehidupan.

Kamu juga, nanti, nikahi dia. Jangan seperti manusia-manusia lain yang justru ketakutan dan memilih berlari pergi. Menjauhi. Karena tanpa mereka sadari, dia akan tetap mengikuti. Dan sekeras apapun kamu mencoba, kamu tidak akan pernah bisa terpisah jauh darinya. Jangan anggap mati sebagai sebuah pilihan, kecuali kamu termasuk orang dengan hati sempit dan ketakutan.

Jadi hadapi saja. Meskipun dia kadang menyakiti kita. Memberi kita cobaan terberat. Membuat kita menangis. Dekati dia. Itu cara paling ampuh untuk berdamai dengannya. Rayu dia. Buat dia bertekuk lutut. Lalu nikahi. Dengan begitu, dia akan menyerahkan dirinya padamu. Setelah itu, semua ada di tanganmu.

Coba bayangkan, kehidupan ada di tanganmu. Atas kendalimu. Kamu bisa memilih sendiri kapan kamu ingin menangis, kapan kamu ingin tertawa atau hanya ingin diam saja.

Jadi, nanti, setiap kali kamu ingin lari, ingin mati, ingat pesan ibu. Jangan biarkan dirimu menjadi pilihan. Karena kamu adalah pelaku utama, pilih dia, paksa dia menjalani keinginanmu. Jangan biarkan dirimu ada dibawah pengaruhnya. Genggam dia, remas kehidupan, erat di tanganmu dan kendalikan.

Untuk menikahi yang satu itu, kamu tidak perlu minta restu."

Tuesday, March 10, 2009

baiklah..

Percakapan itu..
Menumbuh tawa-tawa di malam buta. Sambung-menyambung lagu yang berakhir suara riang membahana. Padahal sebelumnya, kamu bahkan sudah lupa caranya menggambar senyuman. Jadi kubantu kau menarik ujung bibirmu kiri-kanan, sedikit gigi depan, dan indahnya akan bisa segera tergambar.

Pertemuan itu..
Mewujud dewi-dewi birahi. Merayuku. Membawaku ke ketinggian di tepi jalan Cisitu Lama. Di sebuah rumah beratap samudera. Aku menyerah. Melihat ayahmu, berlari mengejar kursi kuasa.

Aku mau. menemanimu. Mengisi mulut bersuara tinggi itu. Dengan asap. Dengan ratap. Dengan harap. Dengan lidahku. Menari bibir kita. Berpelukanlah mereka. Lumat-melumat seolah sudah akan kiamat. Tapi tidak. Tidak cukup banyak yang mau kau terima. Sejauh ini hanya sebatas "Hei, bangunkan aku jam sembilan kurang lima." Dan itu terlalu mudah.

Perpisahan itu..
Memaksaku berlajar bertahan. Seperti permainan yang semalam tidak bisa kuselesaikan. Mencari lagu lain, agar aku bisa segera melanjutkan dan tidak keluar barisan.

Kau bilang bukan waktu yang tepat..
Kubilang, aku takut tidak lagi akan sempat..

Kau bilang dipikiranmu masih ada dia..
Kubilang, di restuku hanya ada kamu.

Kau bilang pergilah..
Kubilang bangunlah..

Kau bilang mati saja
Kubilang, baiklah..

1001 warisan ibuku : HIDUP INI SERU!!!

Waktu itu kelas satu. Aku sudah sebulan pacaran dengan Gita. Brigitta nama lengkapnya, nama yang cantik untuk seorang gadis manis berambut keriting sebahu. Dia anak paling kaya di kelasku. Gadis pertama di sekolah kami, yang memiliki telepon genggamnya sendiri.

Aku sedang sangat tergila-gila padanya saat itu, ketika tiba-tiba saja, di suatu sore di rumahnya, dia memutuskan hubungan kami. Untuk sebuah cinta yang belum kumengerti benar maknanya, aku menangis. Tentu tidak di depan dia. Karena aku harus menghargai keputusannya.

Tapi airmata itu keluar begitu saja. Karena semuanya seperti tiba-tiba. Ya, seperti tiba-tiba ada batu sebesar kepalan tangan, yang dengan kecepatan tinggi, melaju, mengenai kepalamu . Aku pulang. Dan ibuku sadar, ada yang hilang. Yah, beliau tahu, airmataku sudah berkurang.

"Kenapa kamu Le? Nangis?"

"Gita Bu, afit diputusin, afit udah kapok ah Bu, trauma, gamau lagi pacaran-pacaran, pake cinta-cinta. Pokoknya ibu ingetin afit ya, klo udah mulai suka-suka, ingetin afit pernah terluka gara-gara dia"

Sambil tertawa, ibuku bertawa.
"Ibu senang karena akhirnya kamu merasakan kecewa. Penolakan. Menangis. Dan terluka. Itu berarti kamu sudah setengah hidup Le. Di umur kamu yang baru dua tahun lewat dari sepuluh, di kepalamu sudah tercatat setengah dari berjuta-juta rasa yang ada di dunia.

Le, Ibu tidak pernah melarang kamu menangis. Meskipun kamu laki-laki, ibu mau kamu merasakan sebuah sakit yang bisa membuat hatimu teriris. Agar kamu tahu sebanyak apa darahnya. Dengan begitu, mestinya kamu bisa mencegah dirimu melakukannya pada orang yang tidak seharusnya mendapatkannya.

Yang ibu tidak mau, adalah kamu menangis berlebihan dan melupakan bahwa masalah sebenarnya adalah luka, yang seharusnya diobati, bukannya malah keenakan meratapi, sibuk mengasihani diri, dan seperti sedang menikmati. Ibu cuma memberi kamu waktu satu hari. Setelah itu kamu harus berdiri, bersih-bersih, dan jalan lagi. Tegak dan percaya diri.

Kamu pasti bilang "ah, mudah Bu mengatakannya!" memang semudah itu ko Le. Melakukannya, memang semudah mengatakannya. Dan kamu harus tahu sebuah rahasia. Apapun, yang bisa kamu katakan, pasti bisa kamu lakukan. Kalau kamu mau.

Karena kamu sedang hidup, Le. Dan hidup menyediakan ada banyak sekali rasa. Kamu bebas menangkapnya. Nikmati saja. Toh tuhan sudah sengaja menciptakannya. Jadi kalau kamu sedang sedih, bersedihlah, nikmati sedihmu. Karena kamu tidak akan pernah tahu kapan kamu akan bersedih lagi. Tapi ingat, jangan berlebihan. Sehari saja cukup.

Ada begitu banyak rasa dan begitu sedikit waktu. Jadi nikmatilah.
Karena HIDUP INI SERU!!!"

Thursday, March 5, 2009

1001 warisan ibuku : pangeran kejujuran..

Sore itu setelah minum teh, seperti biasa, aku membantu ibu menyiapkan makan malam kami. Sambil memotong-motong tempe, kepalaku masih memikirkan perkataan ibu. Pangeran kejujuran?

Lalu kuberanikan bertanya. Apa sebenarnya maksud beliau menyebutku sebagai pangeran kejujuran. Sambil menyiapkan bahan-bahan yang nantinya disulap menjadi sambel, ibu menjelaskan.

"Pangeran kejujuran, kamu ingat tidak? dulu waktu kelas dua, kamu pernah mengurai pita kaset Endang S Taurina milik ibu."

*iya, aku ingat, waktu itu, aku sedang main polisi-polisian. Kubentangkan pita kaset itu dari pintu depan, kursi-kursi di ruang tamu, lemari, TV sampai pintu kamar mandi. Selayaknya garis polisi yang tidak boleh dilalui.

"Ibu marah besar waktu itu karena itu adalah album kesayangan ibu. Tapi apa yang membuat ibu terharu? Kamu yang masih sekecil itu, dimana teman-teman seumuran kamu menangis ketakutan melihat ibunya marah, kamu, dengan tenang menatap mata ibu, meminta maaf dan jujur mengakuinya. Bahkan dengan polosnya, kamu memberi tahu ibu apa yang sedang kamu lakukan. Kamu main apa? Polisi-polisian ya?. Itu yang membuat ibu akhirnya menghentikan kemarahan dan menggantinya dengan sebuah penjelasan. Meskipun setelah itu ibu harus susah payah menenangkan kamu yang akhirnya menangis sesenggukan"

*aku ingat, aku sangat ketakutan waktu itu. Rasanya ingin menangis. Tapi entah kenapa aku memilih melihat mata ibu. Menerima saja pancaran amarah dimatanya. Dan berbicara, sedikit terbata, tapi akhirnya aku bisa. Meminta maaf, dan dengan terlihat tenang, aku menceritakan, apa maksudku membentangkan pita kaset itu. Meskipun akhirnya aku menangis juga setelah bercerita.

"Itulah Le. Apa yang kamu lakukan saat itu sudah sangat tepat. Jujur mengakui apa yang telah kamu lakukan adalah hal terbaik dalam sebuah rentang kehidupan. Bagi ibu itu menyakitkan. Tapi ibu yang harus belajar menerima kejujuran, bukan sebaliknya. Dan jangan pernah kamu mengubah pandangan bahwa lebih baik menutupi kebenaran demi kebaikan. Itulah pentingnya kejujuran. Dimana manusia-manusia belajar berlapang dada. Memaksa pikiran mereka berubah. Bahwa kejujuran yang paling menyakitkan sekalipun, adalah jauh lebih baik daripada kebohongan. Dan sebagai pangerannya, kamu tidak boleh berubah. Agar lebih banyak rakyatmu yang menjunjungnya.

Rasany kamu juga masih ingat. Saat ibu membebaskan kamu memilih ikut bertanding sepak bola atau menyanyi. Kamu sadar, oleh teman-temanmu kamu akan dibilang banci karena tidak bergabung di tim. Tapi kamu telah jujur. Jujur pada dirimu sendiri bahwa yang kamu ingin ikuti adalah lomba menyanyi. Apapun kata orang, kamu tidak peduli. Karena kamu tahu dimana bahagia akan kamu temui. Dan kamu sadar betul, dengan menyanyi justru di podium kemenangan, nanti kamu akan berdiri."

*tentu saja aku ingat. Disaat semua teman sebayaku bermain sepakbola, aku malah sibuk mendengarkan album novia kolopaking muda. Disaat mereka begadang untuk menyaksikan pertandingan sepak bola liga eropa semalam, aku justru sedang tidur lelap memimpikan diriku bernyanyi lantang didepan ratusan orang. Makanya aku dengan tegas menolak bergabung dalam tim dan memilih ikut lomba menyanyi. Dengan risiko akan dibilang banci. Tapi apa perlu aku peduli? Ini hidupku, dan aku yang tahu bagaimana harus kujalani.

"Itu yang dibutuhkan seorang manusia. Kejujuran pada dirinya sendiri. Dan kejujuran pada orang lain yang mereka sayangi. Kamu, diumur sekecil itu sudah mampu memilih. Dan ibu senang, ternyata, anak ibu yang terakhir, yang nomor enam adalah seorang pangeran kejujuran"

Ibuku tersenyum.

"Tempenya sudah?sini ibu goreng, kamu mau yang agak gosong kan?seperti biasa"

1001 warisan ibuku : enam kebanggaan..

Aku adalah anak keenam dari 6 bersaudara. Sebuah keluarga yang besar. Tapi nyatanya, rumah kami sepi. Hanya diisi aku, ibu dan darwati. Itupun dia hanya datang dua hari sekali. Tugasnya hanya mencuci.

Kelima kakakku memang tidak di rumah. Ada yang sudah bekerja di Jakarta, ada juga yang sedang menyelesaikan pendidikannya.

Saat itu aku masih kelas lima. Seperti sore-sore sebelumnya. Kami berbincang di teras rumah. Jangan bayangkan sebuah perbincangan dua orang dewasa yang berisi argumentasi-argumentasi. Ini adalah obrolan ringan seorang ibu dan anak kelas limanya.

"Le, tahu tidak. Ibu bersyukur punya anak-anak seperti kamu dan kakak-kakakmu. Meskipun mereka tidak ada disini. Tapi ibu yakin, mereka akan selalu dapat menjaga diri.

Kakakmu yang pertama. Dia seperti jagoan. Siapa itu?. Itu lho yang berlima. Yang setiap minggu pagi kamu tonton di TV. Iya, Power Ranger, dia itu Ranger Merah Muda. Perempuan, tidak hanya cantik, tapi juga kuat. Memang dia bukan pemimpin, tapi tanpa dia, akan ada yang hilang. Karena Dia, dunianya, sempurna. Ibu masih ingat betul, bagaimana diumurnya yang masih sangat kecil, dia harus mengantar ibu ke rumah sakit untuk melahirkan kamu. Dan setelah itu, dia sendirian, pergi ke rumah budemu untuk meminta bantuan.

Kakakmu yang kedua. Dia laki-laki paling peduli yang pernah ibu temui. Bapakmu pun tidak bisa menandingi. Dulu, setiap berangkat ke sekolah, dia harus membawa termos berisi es lilin untuk dititipkannya di kantin. Pasti ada rasa malu dibahunya. Tapi dia dengan rela melakukannya, demi ada uang jajan untuk dia dan adik-adiknya. Bayangkan, waktu itu bahkan dia lebih kecil dari kamu sekarang Le, tapi dia sudah mengerti artinya peduli.

Kakakmu yang ketiga. Tuhan pasti menyukainya. Karena dia sangat rajin beribadah. Oleh tuhan dia di anugerahi pikiran yang tajam. Dia sangat pintar. Hafal Alquran dan jago adzan. Ibu bisa dengan tenang melepasnya, nanti. Karena dia, dijaga langsung oleh tangan tuhannya sendiri.

Putri ibu yang keempat. Wanita yang sangat hebat. Dialah harapan yang selalu ibu banggakan. Gadis paling sabar diantara reratusan manusia-manusia gusar. Tidak heran jika nanti dia menjadi dokter dengan nama besar.

Anak kelima ibu adalah anak yang sangat pemberani. Tidak disangka bayi yang dulu lucu itu, kini berkelana setiap hari. Mencoba berbagai hal yang mungkin ia temui. Seperti Bima, dia yakin akan selalu ada gada ajaib yang menjaganya dari bahaya.

Yang terakhir kamu. Di mata ibu, kamu adalah seorang pangeran kejujuran. Setiap mili tubuhmu, diciptakan tuhan untuk menyampaikan kebenaran. Kamu junjung tinggi-tinggi kejujuran. Kamu tahu kejujuran tidak akan pernah menyakitkan. Karena hal yang paling menyakitkan yang mungkin ada adalah menganggap kejujuran sebuah hal yang menyakitkan.

Memang tidak mudah. Jadi, Pangeran, sebarkan kejujuran, tebarkan kebenaran dan semaikan kelapangdadaan.

Sekarang, pangeran kejujuran, habiskan tehmu, dan bantu ibu siapkan makan malam!"

Wednesday, March 4, 2009

selamat satu tahun, sayang..

Genap setahun, sejak terakhir kali kamu datang sebagai tamu di rumahku. Setahun yang indah. Kamu pacar yang baik. Membolehkan aku pergi dengan teman-temanku. Mebebaskan aku untuk pulang malam tanpa kamu. Belum lagi hadiah-hadiah itu. Ah,tapi aku tahu, itu semua hanya trikmu,berbaik-baik padaku, agar aku juga membebaskanmu pergi dengan teman-temanmu dan bisa pulang malam tanpa aku. Aku tahu itu. Dan tak pernah tenang memikirkan kamu.

Genap setahun dan kamu bertanya. Mau hadiah apa aku. Aku tak tahu. Terserah kamu saja. Coba kejutkan aku. Jawabku menantang.

Malamnya,kamu jemput aku. kamu tutup mataku. Ini kejutan,katamu. Aku senang. Aku penasaran, sekaligus membayangkan, kejutan macam apa yang bisa dilakukan pria macam kamu.

Mobilmu berhenti. Kamu buka penutup mataku. Rumah?. Kamu beri aku rumah? Untuk apa? Oooh aku tahu, pasti ini sebagai bukti cintamu padaku, alih-alih membangun seribu candi.

Tapi aku tidak suka
rumah ini terletak di ujung blok. Membuatnya terlalu mencolok. Jangan-jangan kau sengaja, memilih rumah ini agar semua orang bisa melihat betapa indah rupamu. Ah aku tidak suka itu. Karena semakin banyak yang melihatmu,itu berarti semakin banyak pula yang harus aku bunuh. Aku tidak suka rumah ini.

Lihat dulu ke dalam,katamu pelan.
Kamu membawaku ke kamar utama. Lagi-lagi aku kecewa. Jendelanya terlalu lebar. Aku tidak suka. Akan terlalu banyak sinar yang masuk. ah, jangan-jangan kau sengaja. Agar malam-malam, kau bisa mengendap-endap pergi ke tempat selingkuhanmu,setelah kau pastikan aku lelap tidur. Jangan senang dulu. Karena dalam lelapku pun,aku bisa merasakan kamu. Merasakan ketiadaanmu.

Kau tahu aku suka memasak. Kau buatkan aku sebuah dapur yang sangat istimewa. Dengan kompor listrik moderen yang bisa memasak tanpa api, lemari pendingin 3 pintu paling baru dan seperangkat pisau berbagai macam ukuran dari jepang. Ah, jangan-jangan kau sengaja membuatkanku dapur yang lengkap agar aku keenakan memasak, lupa waktu dan tidak menyadari bahwa kau belum pulang, menikmati malam bersama wanita murahan itu. Kalau sampai itu terjadi aku harus sering-sering mengasah pisau jepang itu tajam-tajam. Ah,aku tidak suka rumah ini.

Ah aku rasa rumah ini hanya akal-akalanmu saja. Agar kau selalu bisa memantauku. Agar kau bisa tenang berselingkuh. Agar kau aman meniduri wanita-wanita itu tanpa sepengetahuanku. Ah aku tidak suka itu.

Aha!!!
Kenapa tidak terpikir dari dulu,
Padahal dengan begitu,aku tidak perlu sering-sering mengotori tanganku..
Hanya perlu sekali dan aku bisa tenang bersamamu.

Kubunuh saja kamu!!!
Agar hanya aku dan malaikat yang menemani tidurmu.
Yah sebaiknya begitu...

***

Aaaaaaahhhhh...akhirnyaaaa
aa...
Aku bisa tenang..
Kamu juga kan sayang?
Terima kasih ya, ini hadiah terbaik yang pernah kamu beri..
Rumah merah dan kedamaian..

Selamat satu tahun sayang..


1001 warisan ibuku : namaku

Namaku ASYHARUL FITYAN. Nama yang dipilih ibu dari sekian pilihan nama yang dibuat kakek. Nama yang sering sekali orang salah mengucapkannya.

Di sebuah obrolan biasa di teras rumah. Aku bertanya, apa sebenarnya makna namaku itu.

" Ibu ingat memilih nama itu diantara beberapa pilihan nama indah yang ditulis almarhum kakekmu. Nama yang sangat tidak biasa. Dan mungkin hanya beberapa di dunia.

ASYHARUL berarti terkenal. Ibu ingin semesta mencatatmu sebagai salah satu makhluq luar biasa yang ikut membantu perputarannya. Ibu ingin dunia tahu bahwa ada kamu sebagai salah satu isinya. Dan ibu juga ingin kamu dan karyamu, ada di setiap kepala manusia. Ucapmu adalah titah. Gerakmu adalah perintah. Menjadikanmu raja bagi mereka.

FITYAN berarti anak laki-laki. Laki-laki bukanlah laki-laki jika ia tidak bisa jujur pada dirinya sendiri. Laki-laki adalah laki-laki jika ia berani mengakui kesalahan dan tidak lantas lari. Laki-laki adalah ksatria pemegang janji. Bukan hanya berteriak, berlari kesana kemari sembari memanggul panji. Laki-laki berarti tidak ada satupun hal di dunia ini yang merintanginya meraih mimipi. Dan laki-laki tidak akan bunuh diri hanya karena terlihat menangisi tenggelamnya matahari.

Namamu adalah doa dari ibu untukmu. Yah, hanya doa. Bukan perintah. Apalagi sebuah titah. Hanya sebuah kebaikan yang ibu harap ada. Itu hidupmu, ibu hanya membantu menyiapkannya.

Bukan kewajibanmu melaksanakannya. Tapi akan sangat senang jika kamu bisa sampai disana. Berdiri gagah di ujung dunia.
Tancapkan jari-jarimu.
Dan hentikan rotasinya jika kamu mau.

Coba Le, kamu nyanyi buat ibu"

Tuesday, March 3, 2009

satu predikat dua subyek

aku sayang kamu

P.S :
hanya itu yang ingin kusampaikan
Tidak lebih, apalagi kurang..
Belum terlambat kan?
Atau malah kepagian?
Ah yang penting sudah kulakukan..

Sengaja kutulis huruf kecil semua. Karena menurutku aku dan kamu sama saja. Aku tidak mau ada yang lebih besar dari yang lainnya.. Dan memang tidak perlu. Karena sayang seharusnya membuat kita sepadan.

Sengaja tak ku beri koma. Karena memang tidak akan ada lanjutannya. Sudah segitu saja. Dan toh sepertinya semua rasa sedang hidup-
hidupnya. Tidak koma,apalagi sampai tak bernyawa..

"Aku sayang kamu" tanpa titik. Karena memang belum waktunya bernafas. belum boleh. Lagipula,bagaimana bisa? Setelah akhirnya aku berani mengatakannya.



Itu saja..
Agar kau tahu..

aku sayang kamu

perlulah keliling dunia

Akhirnya sebulan kemarin,aku berkeliling dunia. Sekedar ingin menikmati tempat2 (yang diputuskan secara subyektif) terindah di dunia. Kami berjanji selama aku pergi,tidak akan saling menghubungi. bukan apa-apa. Sekedar memberi kesempatan,rindu,datang lagi.

Dan aku putuskan akan menuliskan pengalamanku. Untuk dia.

"Sayang, aku sudah sampai di cina. Negeri naga,bambu dan biksu. Aku sedang berdiri di atas tembok besar cina. Lambang perlindungan yang terus menerus. Kokoh. Menaungi. Seperti ini kamu seharusnya. Melindungi aku. Perasaanku. Ugh. Kamu selalu berhasil membuatku kwatir. Ketar-ketir. Bukan aku tak percaya kamu, tapi aku tidak yakin orang-orang itu,yang melihatmu, mampu menahan dirinya untuk tidak merebutmu dari aku,pemilikmu. Maaf.

India,negeri yang indah. Orang-orangnya senang menyanyi dan menari, bahkan saat bersedih. Penuh ekspresi. Seperti Mughal Shāh Jahān, anak Jahangir, yang membangun TAJ MAHAL sebagai sebuah musoleum perlambang cinta untuk istri Persianya, Arjumand Banu Begum, juga dikenal sebagai Mumtaz-ul-Zamani atau Mumtaz Mahal. Aku tidak minta taj mahal, sayang. Hanya, ingatkan aku kalau kamu masih sayang aku, karena seringkali aku lupa. Nyanyikan, teriakkan, tarikan, lagu kasih sayang.


Masjid ini ada di Turki. Sebuah lambang keyakinan. Kenyataannya sampai tahun 1453, Hagia Sophia masih berfungsi sebagai gereja katedral (basilika) Bizantium yang dibangun oleh Konstantius, putra Konstantin yang Agung. Tempatnya sama,begitupun bentuknya. Keyakinan kuncinya. Seperti itulah aku. Aku marah, aku sedih, aku sibuk, aku bernyanyi, aku diam, aku sayang. Yang berubah hanya bentukku,tidak rasaku. Kamu harus yakin itu. Jangan sampai rapuh. Ya.

Sayang, aku sampai di Spanyol. Di sebuah benteng, Alhambra namanya. Entah kenapa banteng ini dianggap melambangkan Harga diri. Mungkin karena begitu mewahnya benteng yang menurutku lebih tepat disebut gudang emas ini. Tentang harga diri, sayang, menyayangi bukan berarti "membanting" harga diri. Bahkan mereka tinggal di dua dunia yang berbeda. Harga diri ada di kepalamu,sedangkan menyayangi,duduk tenang di hati kamu. Seperti Yesus,apakah dia sedang membanting, menginjak-injak, meledakkan, bahkan merudal harga dirinya sendiri ketika dia rela disalib demi menebus dosa-dosa umatnya karena dia begitu menyayangi mereka?

Sebenarnya aku ingin melanjutkan perjalananku ini. Eiffel yang angkuh, Piramida yang abadi, pulau Moai yang penuh misteri, Istana Neuschwanstein lambang kebebasan berkhayal. Belum aku singgahi. Tapi aku sudah lelah. Bukannya lupa, tempat-tempat itu malah mengingatkan aku akan kamu. Bukannya tenang, tempat-tempat itu justru mengacak-acak pikiranku.
Bukannya diam, tempat-tempat itu malah berteriak-teriak,sepakat,m
eragukanmu.

Fiuh..

Kalau kamu nanti baca tulisanku ini, semoga kamu bisa mengerti. Bahwa ini bukan caci maki. Bahwa ini hanya ketidakpuasan seorang kekasih,manusiawi."

Akhirnya aku kembali ke negara garudaku. Aku berjanji menemuinya malam ini. Untuk bercerita,dapat apa saja di belahan lain dunia. Kusiapkan suratku dalam amplop sewarna dunia kami. Dunia biru.

Tepat jam delapan malam,waktu itu hari sabtu. Tidak perlu lama menunggu, dia tiba untuk menjemputku. Aku masuk mobilnya,malu-malu.

Dingin sekali malam itu, tapi rasa rindu,dia dan aku perlahan saling menghangat. Ternyata aku rindu,ya,aku rindu ketidaksempurnaan kekasihku. Aku rindu bau lehernya,aku rindu mengusap rambutnya,aku rindu memegang tangan kirinya sementara tangan kanannya mengemudi,aku rindu melihat wajah sombongnya, aku rindu makian-makian atas macetnya jakarta. Ya, aku rindu.

tidak ada taj mahal disana..
tidak ada tembok besar sepanjang 10.000 Li..
Tidak ada juga piramida..


Hanya ada kami bertiga. kemacetan jakarta, aku dan dia.
Entah..
tapi semuanya terasa..

Sempurna....

1001 warisan ibuku : gunakan kepalamu..

Sejak kecil, aku sudah terbiasa melakukan ibadah-ibadah sunnah. Seperti sholat malam, puasa sunnah, dan ibadah-ibadah sunnah yang lain. Jadi tidak heran, suatu malam, ketika ibu mengantarku tidur, beliau berkata akan membangunkan aku untuk sahur.

Yah, keesokan harinya kami berdua berpuasa sunnah. Kami berpuasa seperti biasa. Sampai sorenya, ketika aku sedang merapikan tumpukan buku-buku di kamar ibu, kutemukan selembar slip gaji. Disitu tertera berapa jumlah gaji pokok yang bisa diterima oleh ibu. Tapi sebagai seorang pegawai negeri, banyak sekali pembayaran yang dipotong langsung dari gaji pokok ibu. Ada potongan koperasi, potongan arisan, dan potongan-potongan yang lain.

Dan bulan itu ibu hanya menerima dua puluh ribu rupiah.

Akhirnya aku menemui beliau yang sedang duduk di teras rumah sambil memeriksa hasil ulangan murid-muridnya. Tapi seperti biasa, beliau seperti sudah tahu apa yang ada dalam kepalaku.

“Bu, ini kan hari rabu, puasa apa sih kita?”

Setelah diam beberapa lama, beliau menghela nafas dan berkata,
“Kamu sudah lihat slip gaji ibu ya? Kenapa? kamu takut kita menderita karena kelaparan? Maaf, tapi Ibu sengaja tidak memberitahu kamu tentang hal itu.

Begini Le, ibu mau tanya sama kamu, apa yang kamu rasakan sebelum kamu tahu bahwa kita berpuasa karena tidak ada yang bisa kita makan hari ini? Ibu yakin, kamu menjalankan puasa seperti biasa. Kamu lapar tapi kamu tidak merasa menderita. Iya kan?

Ini hidup kita Le. Kita yang mengatur, mau merasa bahagia atau malah menderita. Misalnya tadi, sebelum kamu tahu kalau kita sedang tidak punya uang, apakah kamu merasa menderita? kamu baru merasakannya setelah melihat slip gaji ibu yang hanya menyisakan dua puluh ribu kan?. Jadi kalau kepalamu tidak tahu bahwa kita sedang menderita, kamu tidak akan merasa sedang menderita. Yang bisa membuat kamu menderita, ya, kepalamu sendiri.

Lalu, apakah dengan tidak punya uang lantas membuat kita tidak bisa bahagia? Lagi-lagi coba gunakan kepalamu Le, apa kamu tidak merasa bahagia, masih bisa duduk di teras rumah, sore ini dan ngobrol sama ibu?

Coba mulai sekarang, belajar gunakan kepalamu dengan baik. Jangan mengotorinya dengan kata-kata yang membuatmu susah.

Yasudah, sana siap-siap buka. Besok temani ibu puasa sunnah lagi yah”

1001 warisan ibuku : tentang jodoh..

Aku baru kelas lima, waktu itu. Entah dapat kabar darimana, ibuku bisa tahu kalau semalaman aku menangis. Bahkan beliau tahu, apa sebabnya.

Tetanggaku. Shinta namanya. Dia dan keluarganya akan pindah. Padahal, terlanjur kusimpan rasa untuknya. Tapi sama sekali tak berani mengungkapkannya.

Adalah biasa, sesudah sholat ashar, ada teh dan camilan. Dan tentu saja sebuah obrolan. Sambil melihat kendaraan berlalu lalang, di teras rumah, kami berbagi cerita seharian.

"Shinta mau pindah. Karena itu kamu menangis? Buat apa? Apa kamu pikir dengan begitu kamu bisa mengubah cerita?.

Le, ibu kasih tahu kamu satu rahasia. Jodoh memang di tangan tuhan. Tapi yang kamu harus tahu, Dia hanya menulis judul dan pembukanya saja. Sengaja. Selanjutnya, Dia akan meminjamkan pena-Nya, untuk mereka yang mau berusaha. Dengan begitu, manusia bisa menuliskan sendiri lanjutan kisahnya. Akan jadi apa atau berhenti begitu saja.

Dia yang mengatur pertemuan. Namun berikutnya, Dia hanya akan melihat dari kejauhan. Semuanya terserah kalian. Mau sekedar berteman, melanjutkan sampai pernikahan, atau menghentikan hubungan.

Atas kuasa-Nya, Tuhan sudah mempertemukan kamu dan Shinta. Selanjutnya kamu yang harus berusaha. Mau seperti apa kelanjutannya. Tapi kamu juga harus tahu. Semua keputusan adalah kesepakatan. Bukan atas kemauan sebelah tangan. Jadi kalau memang Shinta tidak mau melanjutkan jodohnya denganmu, kamu harus bisa terima.

Tak perlu khawatir kesepian. Karena Tuhan akan mengadakan banyak pertemuan. Jadi akan ada banyak pilihan. Dan kalau ternyata tidak satupun kamu suka. Nanti akan tiba waktunya, kamu bisa kembali mencari Shinta. Kembali menanyakan cintanya. Siapa tahu dia sudah berubah. Dan mau menyerahkan takdirnya.

Sekarang, habiskan tehmu dan pergilah. Sekalian bawa kue bolu untuk mamanya. Salam dari ibu. Hati-hati Le"

1001 warisan ibuku : pembuka sabda..

Namanya Anisah. Menulis tentang beliau tidak akan terlalu susah. Bersamanya, aku punya banyak sekali kisah. Jadi aku butuh juta-juta kata. Karena di setiap detik hidupku, ada cerita dan cinta darinya. Adalah berkat hembusan nafasnya, aku, sampai sekarang, ada.

Ini hanya pembuka. Karena mulai hari ini akan kuabadikan sabda-sabdanya. Yang dulu beliau tanamkan lewat penjelasan, beliau siram lewat tamparan, dan beliau pupuk dengan pengertian.
Padaku, anak terakhirnya. Anak yang sempat menemani kesendiriannya. Anak yang bahkan baru kelas dua, sudah diajaknya berbagi keluh kesah.

Agar beliau tahu, bahwa ada banyak sekali hal yang telah beliau berikan padaku. Agar beliau sadar, sejak kulihat beliau menangis, sendirian, di kamar, aku tahu besarnya makna bersabar. Agar beliau bangga, obrolan setiap sore diteras rumah, telah mengubah pandangan hidup anaknya.

Untuk hidupku yang kau bantu putar,
Untuk cintamu yang kau buat kekal,
Bu, Mimpi-mimpi siap kubakar,
Agar segera berwujud kenyataan.

salah lagi : lagi salah..

Aku lagi salah..
Menanamkan rasa di tanah bertuah. Hingga terlalu cepat benih itu merekah. Tumbuh. Besar. Lebat, dan berbuah. Tanpa berpikir, masihkah aku dijalannya? Tanpa tahu, sedalam apa akarnya berada. Dan jawaban seperti mengucur deras, jatuh ke kubangan penuh air keruh. Namun, apa yang terjadi, selalu saja tak seindah mimpi. Sangat sulit dipahami. Mana nyata diantara ribu ilusi.

Aku salah lagi..
Menulis puisi diatas serpih-serpih. Salju. Yang sepertinya hilang, saat panas mulai datang menyerang. Yang terlihat, semuanya seolah-olah menguap tak tertambat. Nyatanya, rangkaian kata itu akan tetap sama, tetap disana, mengalir bersama bulir salju yang mulai mencair. Membimbing sampai pada titik dimana seharusnya semuanya itu berakhir.

Sebelum kamu tahu. Dunia sudah lebih dulu menghujatku. Mengerek leherku di tiang gantung, dan dijemur di tengah alun-alun. Aku hanya bisa tersenyum. Senyuman dari iblis yang menghuni ruang relung. Dan karena air mata tidak lagi ada. Ia telah diubah menjadi tawa. Tawa setan yang berdiam di ujung pikiran yang terdalam.

Dan jiwa yang serupa malaikat itu, kini ditandu. Meniggalkan lantunan rima dan klausa-klausa sendu.
Tapi yakinlah, setiap manusia belajar dari itu
Dengan begitu mereka tumbuh.
Dan kamu harus tahu,
lagu yang aku ciptakan,
Masih tentang dirimu..

: sepi

Aku menggaji bocah-bocah tetangga, untuk membangunkan aku setiap pagi, dengan nyanyian pembuka hari. Agar lahir semangat, karena hangat hanya sekedar lalu dan lewat. Padahal aku butuh tawa itu. Sebuah suara yang harusnya lahir dari dalam relung seorang pandita. Sebuah suara tulus yang sebenar-benarnya, yang harusnya mengalir dari bibir seorang selir.

Tapi yang dulu ada, kini sudah hilang. Hanya tinggal sedikit dan tak mungkin kuberikan. Apalagi kepada kamu, yang bahkan baru kukenal semalam. Sesibuk apapun kamu, tak berarti bisa menggunduli rerambatan sepi yang melilit-lilit di ujung hari.

Aku seperti sendiri. Seperti tidak sekilat cahaya pun menghampiri. Seperti waktu terhenti dan ruang tak lagi bisa mengisi. Hanya tetes-tetes air mani yang kukeluarkan dengan tanganku sendiri. Nikmat tapi semu. Karena apapun tak lagi bisa menandingi.

Aku tidak sendiri.
Tapi semua seperti hanya hitam dan putih.
Hanya ada teriakan-teriakan lirih.
Hanya ada sentuhan-sentuhan ragawi.
Hanya ada aku dan
: sepi

aku : rindu

Nadia, temanku, bertanya

"Apa sih namanya?
Ketika kamu merasakan keinginan bertemu yang teramat sangat.
Sampai-sampai otakmu lebih memilih kiamat. Ketimbang harus menahan rasa itu kuat-kuat. Karena apapun yang dilakukan seperti percuma. Kepala sudah terbelah menjadi dua. Sebelah berisi gambar kekasihmu. Belahan yang lain hanya bercerita tentangnya. Sama saja.

Pernah tidak?
Itu lho, ketika kamu merasa tiba-tiba memiliki kekuatan untuk berenang menyeberangi samudera atlantik, dari amerika ke eropa, hanya agar bisa melihat dua gigi kelinci terpajang indah, berpigura senyum manisnya.

Pasti pernah kan?
Merasa harus segera membuat janji bertemu dengan Tuhan. Untuk melaporkan kerusakan otak buatan-Nya. Karena medadak kamu hanya mampu menyimpan satu nama. Satu wajah. Satu bahasa. Dan hanya mengenali satu suara. Suara dia.

Pernah, pasti pernah!
Aduuuuuuh...

Apa sih namanya?
Iya iya, pokoknya yang bisa membuatmu glinjangan, kelojotan, blingsatan, dan berantakan tidak karuan. Karena seperti ada yang hilang.
Seperti ada yang seharusnya ada tapi mendadak tidak ada.
Seperti berjalan di tengah siang tanpa bayangan.
Seperti hilang arah di tengah lautan
Sepertiiiii......."

Aku : rindu

Monday, March 2, 2009

Saat..

Saat cinta membibit di gerakku..
Akan tumbuh sayap di kedua kakiku. Membuatku dapat berlari secepat yang kuinginkan. Tidak secepat kilat, memang. Tapi cukup. Sekedar tidak ingin berlama-lama sendirian di jalan dan membuatmu menunggu, kesepian. Sekedar ingin memenangkan perlombaan, dengan detik aku berkejaran. Karena waktu seperti tidak mau dikalahkan. Apalagi oleh aku, seorang pria jelmaan setan.

Saat cinta menyemai di dalam nadi..
Akan tumbuh satu jantung lagi. Menemani jantung tua yang sudah akan mati. Memberi aorta baru, menggantikan yang dulu, yang sudah mulai rapuh. Mengalirkan darah baru, yang segar, membuang darah bercampur peluh, yang sudah waktunya meluruh. Seperti terlahir kembali, karena setiap sendi mendukungku tegak berdiri.

Saat cinta bertumbuh di pelupukku..
Dunia terlihat biru. Serupa duniaku. Kata temanku "biru adalah merah jambu yang baru". Dan entah, aku seperti bisa melihat lebih jauh. Lebih jelas. Bahkan dalam gelap tanpa lampu. Seperti memakai kacamata tembus pandang. Sehingga aku bisa melihat kamu, dimanapun itu.

Saat cinta terpupuk di kerongkonganku..
Seperti tumbuh pohon di paru-paru. Pohon rimbun berdaun hijau. Yang akarnya kokoh berpegang teguh. Dan dengannya aku tak perlu mengnafas. Karena lembar-lembar lelah, akan dengan sendirinya berubah guna. Menjadi ribuan tawa. Serupa kokok ayam jago yang seolah mampu membuat matahari terpaksa bangun dari peraduannya.

Saat cinta berbuah di relung sana..
Yang ada hanya bahagia. Dan sepertinya tak perlu lagi meminjam surga. Karena disanalah, kelak, aku dan kamu akan bersua. Untuk menjalani sisa usia kita. Diiringi lagu rindu malaikat. Kita akan tertidur, tenang, dalam pelukan hangat.

Saat cinta mulai berguguran..
Akan ada berjuta alasan mengapa hanya padamu, aku tetap memanggil dengan sebutan
: sayang

Menuju hari ke dua ribu : kutukanmu (selesai)

Kuhantamkan martil ini tepat di tengkukmu.
Kau jatuh.

***

Pisau ini sangat tajam. Sudah kuasah dua hari dua malam. Tepat di kerongkonganmu, kutancapkan ia. Darah, merah, mengucur deras. Membasahi wajahku yang sedikit ragu. Tapi harus. Agar segera usai penderitaanku. Kupenggal lehermu. Kupisahkan kepala itu dari badanmu. Dengan begitu, ia tidak akan lagi dapat memerintah tubuh sucimu menyiksaku.


Kuhancurkan kepalamu dengan sebongkah batu. Remuk. Kupukul-pukulkan terus sampai nyaris halus. Bola matamu terdorong keluar karena tulang yang melindunginya telah lebih dulu terpatahkan. Gigimu berantakan. Aku tersenyum senang. Karena dengan begitu akan hilang cahaya dari neraka. Yang menuntunmu menuju luka abadi di liang duka.

Kugergaji pergelangan tanganmu. Tepat di ketiak. Setelah sebelumnya kupatahkan kesepuluh jari itu. Tulangmu keras. Butuh waktu sedikit lama untuk memotongnya. Tapi hasilnya. Membuatku tertawa bahagia. Karena itu berarti, lenyap sudah tangan-tangan kendali setan.

Kali ini giliran perutmu. Ku iriskan pisau membujur. Dari kemaluan sampai tulang rusukmu. Kuburai isinya satu-satu. Usus. Lambung. Hati. Dan terakhir, jantungmu. Yang sepertinya masih berdenyut, biarpun kelu. Kukeluarkan itu semua dan kuberikan pada anjing kelaparan di belakang rumah. Biar yang haram kembali pada yang haram.

Tenang, aku tidak akan memotong kakimu. Yang aku lakukan adalah membelahnya, memisahkan keduanya tepat di selangkangan dimana kemaluanmu berada. Terus sampai busung dada. Dengan gergaji, kuceraikan kanan dan kiri. Sehingga tidak akan ada lagi, perjalanan panjang menuju sepi.

Selesai. Kutumpuk potongan-potongan tubuhmu itu. Kuinjak-injak biar menyatu. Sebelumnya sudah kusiapkan sepuluh batang kayu. Yang kering. Yang siap mengapi. Kubakar badanmu. Yah, aku membakar kamu. Dengan api yang sesungguhnya. Agar kau menjadi abu. Yang tidak lagi berbahaya bagiku.

Kukumpulkan abumu. Dalam wadah berwarna ungu. Serupa senja kala itu. Kala kamu menghukumku.

Aku pergi ke tengah samudera. Kutebar abumu disana. Aku harap ini menyudahi. Hukuman yang pernah kau titahkan. Hukuman yang harusnya diucapkan munkar nankir. Hukuman karena aku terlalu percaya pada takdir.
Hukuman itu.
Adalah kutukan
: sebuah awal tanpa akhir.